Hah, terkadang aku bosan mendengar celotehan orang-orang disekitarku yang selalu berkomentar tentang orang lain terutama hal yang buruk. Ketika si “B” dan si “C”. membicarakan kekurangan dan kesalahan si “A”. Di lain waktu aku akan mendengar si “C” dan si “A” membicarakan si “B”. Hm...aku hanya tersenyum, saat itu aku menyadari bahwa setiap perbuatan mungkin memiliki konsekuensi yang sama namun di waktu yang berbeda. Seperti halnya ketika kau melukai orang lain, suatu saat mungkin seseorang juga akan melukai dirimu dengan cara yang sama seperti kau menyakiti orang tersebut.
Aku sering bertanya-tanya, apakah ada kebahagiaan
tersendiri bagi mereka ketika mereka bisa menghina seseorang di belakangnya? Hm...kembali
aku tersenyum karena sejenak aku tersadar bahwa mungkin aku juga demikian
secara tidak sadar. Bahwa emosi juga berpengaruh terhadap perilaku seseorang
dalam situasi tertentu. Aku pasti sangat munafik jika aku menyalahkan perilaku
mereka sementara aku pun terkadang bisa berbuat demikian. Hanya saja kupikir apakah
itu wajar, ketika kita secara sepihak mengklaim bahwa perilaku kita lebih baik
daripada orang-orang tersebut? Sementara aku tahu bahwa perilaku
seseorang itu ibarat dua sisi mata uang, ada sisi yang baik dan sisi yang
buruk.
Aku sadar, hidup dalam sebuah kebersamaan dalam
sebuah masyarakat adalah
sama dengan memandangi diri dalam seribu satu cermin sosial. Masing-masing
cermin punya sudut pandangnya
sendiri. Bayangan yang ditampilkannya pun sangat bergantung pada mutu cermin.
Tentu akan berbeda
antara bayangan cermin jernih dengan yang kusam. Terlebih jika cermin itu sudah
retak.
Kita tidak bisa hanya terpaku pada satu sudut pandang
cermin. Orang lain menilai kita berdasarkan akan pandangannya. Memahami
keanekaragaman cermin ini akan membuat seseorang lebih bijak dalam
berperilaku. Karena semua bayangan dalam cermin-cermin itu adalah wajah kita sendiri. Dengan demikian kita dapat mengetahui apa kelebihan dan kekurangan diri kita. Namun, setelah ketika kita tahu, akankah kita berubah dan menerima kebenarannya bahwa kenyataannya diri kita tak sebaik yang kita pikirkan.